Ilustrasi
Sering menjadi pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, mengapa Rasulullah SAW beristeri sampai sembilan orang? Sementara kaum Muslim diharamkan kawin lebih dari empat orang.
Seperti kita ketahui bahwa kaum misionaris dan orientalis sering menyerang Islam dengan masalah poligami Rasul ini.
Syekh Yusuf Qardhawi dalam kumpulan fatwanya menguraikan bahwa pada masa pra Islam, belum ada ketentuan mengenai jumlah wanita yang boleh dikawin. Belum ada batas, patokan, ikatan, dan syarat. Jadi, seorang laki-laki boleh saja kawin dengan sekehendak hatinya.
Hal ini memang berlaku pada bangsa-bangsa terdahulu, sehingga diriwayatkan dalam Perjanjian Lama bahwa Daud mempunyai 100 orang istri dan Sulaiman mempunyai 700 orang istri serta tiga 300 orang gundik.
Ketika Islam datang, dibatalkanlah perkawinan yang lebih dari empat orang. Apabila ada orang yang masuk Islam sedang dia mempunyai istri lebih dari empat orang, maka Nabi SAW menyuruhnya untuk menceraikan istri-istri mereka hingga yang tersisa hanya empat orang saja.
Jadi, jumlah istri maksimal empat orang, tidak boleh lebih. Dan syarat yang harus dipenuhi dalam poligami ini ialah bersikap adil terhadap istri-istrinya. Kalau tidak dapat berlaku adil. cukuplah seorang istri saja,
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, "... kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja.” (QS. An-Nisa’: 3).
Demikianlah aturan yang dibawa oleh Islam. Namun, Allah Azza wa Jalla mengkhususkan untuk Nabi SAW dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada kaum mukmin lainnya, yaitu beliau diperbolehkan melanjutkan hubungan perkawinan dengan istri-istri yang telah beliau kawini dan tidak mewajibkan beliau menceraikan mereka, tidak boleh menukar mereka, tidak boleh menambah, dan tidak mengganti seorang pun dengan orang lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT, "Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu, kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki...." (QS. Al Ahzab: 52).
Rahasia semua itu ialah bahwa istri-istri Nabi SAW mempunyai kedudukan khusus dan istimewa yang oleh Alquran dikatakan sebagai "ibu-ibu kaum Mukmin” secara keseluruhan.
Allah berfirman, "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka...” (QS. Al-Ahzab: 6).
bersambung bagian 2
Seperti kita ketahui bahwa kaum misionaris dan orientalis sering menyerang Islam dengan masalah poligami Rasul ini.
Syekh Yusuf Qardhawi dalam kumpulan fatwanya menguraikan bahwa pada masa pra Islam, belum ada ketentuan mengenai jumlah wanita yang boleh dikawin. Belum ada batas, patokan, ikatan, dan syarat. Jadi, seorang laki-laki boleh saja kawin dengan sekehendak hatinya.
Hal ini memang berlaku pada bangsa-bangsa terdahulu, sehingga diriwayatkan dalam Perjanjian Lama bahwa Daud mempunyai 100 orang istri dan Sulaiman mempunyai 700 orang istri serta tiga 300 orang gundik.
Ketika Islam datang, dibatalkanlah perkawinan yang lebih dari empat orang. Apabila ada orang yang masuk Islam sedang dia mempunyai istri lebih dari empat orang, maka Nabi SAW menyuruhnya untuk menceraikan istri-istri mereka hingga yang tersisa hanya empat orang saja.
Jadi, jumlah istri maksimal empat orang, tidak boleh lebih. Dan syarat yang harus dipenuhi dalam poligami ini ialah bersikap adil terhadap istri-istrinya. Kalau tidak dapat berlaku adil. cukuplah seorang istri saja,
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, "... kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja.” (QS. An-Nisa’: 3).
Demikianlah aturan yang dibawa oleh Islam. Namun, Allah Azza wa Jalla mengkhususkan untuk Nabi SAW dengan sesuatu yang tidak diberikan kepada kaum mukmin lainnya, yaitu beliau diperbolehkan melanjutkan hubungan perkawinan dengan istri-istri yang telah beliau kawini dan tidak mewajibkan beliau menceraikan mereka, tidak boleh menukar mereka, tidak boleh menambah, dan tidak mengganti seorang pun dengan orang lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT, "Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu, kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki...." (QS. Al Ahzab: 52).
Rahasia semua itu ialah bahwa istri-istri Nabi SAW mempunyai kedudukan khusus dan istimewa yang oleh Alquran dikatakan sebagai "ibu-ibu kaum Mukmin” secara keseluruhan.
Allah berfirman, "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka...” (QS. Al-Ahzab: 6).
bersambung bagian 2
Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Hannan Putra
Sumber: Fatawa Al-Qardhawi
REPUBLIKA.CO.ID,