SURAT Al-Fatihah dimulai dengan bismillah tanpa alif, supaya ringan diucapkan. Di sini disebut nama Allah SWT. Induk dari asmaul husna (nama-nama Allah Yang Maha Indah). Nama-nama lainnya mengikuti nama itu. Makna lafazh Allah itu sendiri mengadung makna Yang dipuja dan diibadahi dengan benar, mengabdi dengan puncak cinta dan pengagungan.
Bagaimana bismillah itu bisa merasuk dan menjelma menjadi sebuah kekuatan maha dasyat bagi manusia?
Agar tidak terjadi disconnect dengan nilai-nilai yang diterapkan dalam surat Al-Fatihah, maka harus memenuhi persyaratan sumber daya manusia yang memiliki pondasi iman yang kuat, mempunyai pribadi dengan cita-cita suci berquran, dirinya sudah ditazkiyah sedemikian rupa, dan spirit berdakwah terus berkobar, maka Allah SWT akan memberi rekomendasi sebagai kekasih-Nya (waliyyuhu), khalifah-Nya (khalifatuhu). Dengan demikian, kita boleh menggunakan nama-Nya, Allah SWT.
Dengan menyertakan nama-Nya, maka pikiran dan tindakan kita tidak cacat, tidak terputus pahalanya, dan tidak hilang barakahnya. Ajdzam, aqtho’ dan abtar.
“Tiap-tiap pekerjaan yang penting, kalau tidak dimulai dengan Basmalah, dengan nama Allah SWT, maka ia akan terputus.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Kekuatan dan keutamaan basmalah sudah banyak teruji dan banyak ditunjukkan dalam berbagai kisah-kisah. Dengan basmalah, seseorang bisa meruqyah (menjampi) orang yang terkena gangguan jin.
“Dengan menyebut nama Allah, aku me-ruqyah-mu, dari segala sesuatu yang menyakitimu, dan dari keburukan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allahlah yang menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku menjampimu.” (HR. Muslim).
Dengan basmalah Nabi Sulaiman berhasil mendakwahi Ratu Bilqis.
“Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml (27) : 30).
Dengan basmalah pula, Rasulullah SAW mengirim surat kepada Raja Heraclius.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammd Rasulullah, kepada Heraclius Kaisar Romawi. Semoga keselamatan telimpahkan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Amma ba’dahu, masuk islamlah, niscaya engkau akan selamat, dan Allah akan memberikan pahala untukmu dua kali.” (HR. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud).
Nabi Nuh berhasil naik perahu untuk menyelamatkan kaumnya juga dengan basmalah.
Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Hud (11) : 41)
Marilah kita jujur dan bertanya pada diri kita masing-masing. Mengapa anak-anak kita sulit kita kendalikan? Jangan-jangan, kita tak pernah berdoa dan membaca basmalah saat menggauli istri. Jadilah anak-anak kita jauh dari sinar dan cahaya ilahi.
“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Untuk menaklukkan Sungai Nil yang tak mau mengalirkan airnya, Umar bin Khathab berkirim surat kepada sungai Nil dengan menggunakan basmalah.
Bismillahirrahmanirrahim
Dari Umar Amirul Mukminin Kepada Sungai Nil
Apabila engkau mengalir karena kemauanmu sendiri, tak usahlah engkau mengalir. Namun, apabila engkau mengalir karena Allah, aku mohon kepada Allah untuk mengalirkanmu.
Wassalam.
Marilah kita mentradisikan basmalah dalam mengawali semua pekerjaan. Apa saja. Jadilah Presiden, menteri, jaksa, hakim, pengacara, polisi, dengan memulai basmalah. Dan menjadikan “nama Allah” ini menjadi bagian hidup dan kehidupannya. Jangan pernah melakukan pekerjaan apapun, dan amanah apapun sampai jauh dari “basmalah”.
Sebagai muslim kita dituntun memulakan semua pekerjaan dengan basmalah dan mengakhiri dengan membaca alhamdulillah. Karena apapun yang kita miliki, baik berupa harta, ilmu, kekuasaan, pengaruh, semua itu atas fadhal (keutamaan) dari Allah SWT.
“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur (24) : 21).
Selanjutnya selalu menyebar kasih sayang (ar Rahmanirrahim). Kasih sayang akan dicabut, jika masing-masing individu mengejar jabatan, massa, pengaruh, income, dan kepentingan pribadi. Bukan untuk iqamatul haq. Dan menegakkan syariat Islam (maaliki yaumiddin). Karena penguasa langit dan bumi, dunia dan akhirat adalah Allah SWT. Dan mendahulukan kewajiban daripada hak. Menerapkan pola kepemimpinan imamah dan jamaah (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Imam memiliki hak veto, tetapi setiap saat bisa dikontrol, apakah dalam menerapkan kepemimpinannya sesuai dengan syariat.
Dengan basmalah, selalu memuji-Nya, semangat melayani, menyebarkan kasih sayang, mendahulukan kewajiban daripada hak, berimamah dan jamaah, menegakkan syariat, agar kehidupan kita memperoleh jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Nilai-nilai ketuhanan mendominasi di dalamnya. Bukan kecerdasan individu dan kepintaran kolektif, suara minoritas, suara mayoritas, kepentingan pemodal, dan kontaminasi selain-Nya.
Kesimpulannya, dalam surat Al-Fatihah diusahakan tegak kalimat tauhid uluhiyyah, rububiyyah, asma was sifat (bismillah, alhamdulilah, arrahmanirrahim), syariat dijunjung tinggi (maliki yaumiddin), selalu beribadah dan menegakkan imamah shughra dan imamah kubra, diminasinya sistem kehidupan islami (shirathal mustqim), meneladani figur orang-orang yang memperoleh nikmat Islam (menoleh sejarah masa lalu). Dan berlepas diri dari pengaruh Yahudi dan Nasrani. Baik dalam konsep ideologi, pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan, serta pertahanan kemanan.
Jika kalimah tauhid dan sifat-sifat Allah itu telah menjiwai dalam setiap kehidupan kita, pada akhirnya nanti akan melahirkan figur teladan yang telah dijanjikan Allah. Meraka adalah para Nabi, Syuhada, Shiddiqun, Syuhada, dan orang-orang shalih.
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa (4) : 69).
Penulis adalah kolumnis www.hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah