Sebelum Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair, Yatsrib adalah wilayah pagan. Mayoritas penduduknya menyembah berhala. Seperti di Makkah, para pembesar Yatsrib juga membuat patung-patung tuhan kecil di rumah mereka, meskipun sudah ada berhala besar di tempat pemujaan umum. Kebiasaan itu terus berlangsung ketika satu per satu penduduk kota yang kelak bernama Madinah itu mulai masuk Islam.
Sebagai seorang pembesar, Amr bin Jamuh juga memiliki patung tuhan di rumahnya. Anaknya yang bernama Muadz bin Amr telah masuk Islam lebih dulu. Ia ingin sang ayah menjadi muslim juga. Maka bersama Muadz bin Jabal ia membuat strategi dakwah untuk sang ayah, berharap agar ayahnya meninggalkan penyembahan berhala menuju mentauhidkan Allah Ta’ala. Untuk itu, keduanya akan menyadarkan ayah bahwa berhalanya tak sanggup berbuat apa-apa.
Aksi kedua pemuda tersebut dijalankan di malam hari. Tanpa sepengetahuan Amr bin Jamuh, mereka mengambil patung bernama Manat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.
Keesokan harinya, Amr bin Jamuh terkejut sebab tuhannya tak ada di tempat. Setelah mencarinya ke sana kemari, akhirnya ia menemukan tuhan itu di tempat sampah.
“Celaka kalian, siapa yang berbuat kurang ajar pada tuhanku tadi malam,” teriak Amr bin Jamuh marah. Tak ada seorangpun yang mengaku bertanggungjawab atas penghinaan berhala itu. Amr bin Jamuh kemudian mencuci berhala itu, memberinya wewangian dan meletakkan kembali di tempatnya.
Malam berikutnya, Muadz bin Amr dan Muadz bin Jabal kembali menjalankan aksi serupa. Mereka Manat kemudian membuangnya ke tempat sampah.
Keesokan harinya, Amr bin Jamuh lagi-lagi terkejut sebab tuhannya tak ada di tempat. Ia pun menemukan tuhan itu di tempat sampah.
“Celaka kalian, siapa yang berbuat kurang ajar pada tuhanku tadi malam,” Amr bin Jamuh makin marah.
Ia mulai kesal karena merasa dipermainkan. Ia tak ingin tuhannya dihina lagi. Diambilnya sebuah pedang dan diletakkan di leher Manat, setelah berhala itu dicuci dan diberi wewangian. “Jika engkau membawa kebaikan, lindungilah dirimu dengan pedang ini!” kata Amr bin Jamuh, tanpa jawaban apapun dari patung tersebut.
Malamnya, dua pemuda muslim tersebut kembali “mengerjai” Manat.
Amr bin Jamuh yang kembali kehilangan tuhannya segera mencarinya. Ia menemukan Manat di tempat yang sama. Parahnya, pagi itu Manat terikat pada bangkai anjing.
Kali ini Amr bin Jamuh tidak mengambilnya. Ia membiarkan Manat begitu saja. “Kalau kau tuhan, engkau tidak akan terikat pada bangkai anjing.” Tak lama kemudian ia pun masuk Islam. [Muchlisin BK/kisahikmah]