Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimus salam adalah tempat yang dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai kiblat kaum muslimin. Ialah tempat suci yang dijadikan salah satu simbol persatuan umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Lima tahun sebelum Muhammad bin Abdullah diutus sebagai Rasul, Ka’bah direnovasi oleh orang Quraisy. Dan, Muhammad yang bergelar al-Amin mendapat kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Hingga akhir zaman, bentuk Ka’bah akan seperti itu.
Namun, ada berita dari Nabi bahwa kelak ada sosok yang menghancurkan Ka’bah. Siapakah ia? Dari mana asalnya? Bagaimana cara yang ditempuhnya? Dan, kapan terjadinya?
Dari Abu Hurairah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, “Ka’bah akan dihancurkan oleh Dzus-Suwaiqatain dari Habasyah (Ethiopia).”
Dzus-Suwaiqatain adalah orang yang memiliki dua betis kecil. Selain itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Abbas, “Seolah-olah aku mengenalnya seperti orang berkulit hitam dan berkaki bengkok yang melepas batu Ka’bah satu persatu.”
Selain memiliki betis yang kecil dan bengkok, Dzus-Suwaiqatain digambarkan sebagai sosok yang botak. Ia menghancurkan Ka’bah dengan melepaskan perhiasannya dan menurunkan kiswah (penutupnya), menggunakan sekop dan linggisnya.
“Ka’bah akan dirusak oleh Dzus-Suwaiqatain dari Habasyah; dicopotnya perhiasan Ka’bah, dan dilepas kiswahnya.” Lanjut Imam Ahmad sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, “Seolah-seolah aku menyaksikan Dzus-Suwaiqatain sebagai seorang yang botak lagi berkaki bengkok.” Selain itu, “Ia menghantam Ka’bah dengan sekop dan linggisnya.”
Lantas, kapankah hal ini terjadi? Dari hadits shahih Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Baitullah ini akan tetap dijadikan tempat menunaikan ibadah haji dan umrah (sampai) setelah keluarnya Ya’juj dan Ma’juj.”
Kita beriman kepada Allah Ta’ala dan semua kabar yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Terkait detailnya, Allah Ta’ala Maha Mengetahui, dan tak ada dusta dalam sabda Nabi yang mulia. Tiada perkataan yang lebih benar dari firman-Nya, dan tak ada kabar dari manusia yang lebih jujur selain sabda Nabi-Nya.
Riwayat ini kami nukil dari Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim anggitan Imam Ibnu Katsir, saat beliau menafsirkan surat al-Baqarah ayat 125-128. [Pirman]